Ragamsumbar.com – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Purwakarta yang memvonis Opan Sopandi, pelaku kekerasan seksual terhadap anak, dengan hukuman 20 tahun penjara dan diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp183.755.000.
Opan merupakan pengajar agama di Purwakarta yang didakwa melakukan persetubuhan dan/atau pencabulan terhadap 15 anak di Purwakarta, Jawa Barat. Saat ini, semua korban berada dalam perlindungan LPSK.
Dalam putusan nomor perkara 71/Pid.Sus/2024/PN.Pwk, tertanggal 4 September 2024, yang dibacakan dalam sidang pada Rabu (11/9/2024), majelis hakim menyatakan bahwa aset pelaku akan disita dan dilelang untuk diserahkan kepada korban sebagai bagian dari upaya pemenuhan tuntutan restitusi.
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda kepada Opan Sopandi sebesar Rp2.000.000.000, dan hukuman kurungan tambahan selama 7 bulan.
“LPSK mengapresiasi majelis hakim yang telah memutuskan perkara ini. Kami berharap, hukuman yang dijatuhkan dalam kasus ini tidak hanya membuat pelaku jera secara pribadi, tetapi juga berfungsi sebagai peringatan tegas bagi masyarakat luas,” kata Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati, Rabu 11 September 2024.
Sri Nurherwati menambahkan, putusan ini menjadi sinyal tegas bahwa tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak tidak akan ditoleransi dan pelaku akan menghadapi konsekuensi yang berat.
“Dengan hukuman yang berat, kami berharap dapat mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan dan mengingatkan semua pihak akan pentingnya melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan seksual,” tegas Sri Nurherwati.
Sri Nurherwati juga memberikan apresiasi kepada kepala dusun dan kepala desa Salem, Purwakarta, atas keberanian mereka dalam merespons laporan dari para korban. Menurutnya, dukungan dan keberanian dari lingkungan, termasuk kepala desa dan perangkatnya, memainkan peran penting dalam menciptakan rasa aman bagi para korban untuk melapor.
“Tanpa dukungan yang kuat dari lingkungan sekitar, banyak korban mungkin merasa takut, malu, atau tidak nyaman untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa peran kepala desa dalam mendukung para korban sangat penting untuk memberikan rasa percaya diri dan keyakinan bahwa mereka akan dilindungi. “Kerja sama yang baik antara masyarakat, aparat desa, dan aparat penegak hukum menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi korban untuk berani berbicara dan melaporkan kejadian yang mereka alami,” jelas Sri Nurherwati.
Dia berharap Kejaksaan Negeri Purwakarta terus mengawal pemenuhan hak restitusi bagi para korban. LPSK percaya bahwa putusan ini mencerminkan komitmen sistem peradilan dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak secara serius dan memberikan perlindungan yang layak bagi para korban.
Sebelumnya, LPSK telah memutuskan untuk memberikan perlindungan kepada 24 saksi dan korban, terdiri dari 15 korban dan 9 anggota keluarga, pada Juni 2024. Perlindungan yang diberikan meliputi pendampingan dalam proses hukum, rehabilitasi psikologis, dan psikososial.
Selain itu, LPSK berkomitmen untuk terus mendukung dan bekerja sama dengan semua pihak dalam penanganan kasus serupa, serta memastikan perlindungan dan keadilan bagi saksi dan korban kejahatan.
(rel)